Rabu, 10 November 2010

inflasi 2010 terkendali

Pemerintah Optimistis Inflasi 2010 Terkendali

Pemerintah Optimistis Inflasi 2010 Terkendali
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Hatta Rajasa, menyatakan optimismenya bahwa laju inflasi selama 2010 akan terkendali pada kisaran lima plus minus satu persen.

"Kita masih optimis lima plus minus satu persen akan tercapai," kata Hatta Rajasa di Gedung Kantor Menko Perekonomian Jakarta, Kamis.

Hatta mengatakan, tingkat inflasi pada Agustus lebih rendah dibanding Juli, yang menunjukkan upaya pengendalian harga pangan menunjukkan hasil.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi selama Agustus 2010 mencapai 0,76 persen, inflasi tahun kalender 4,82 persen dan inflasi year on year sebesar 6,44 persen.

Ia mengakui, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang ditagih pada Agustus memang memberi efek pada tingkat inflasi. "Ini harus diwaspadai di 2011, ini harus kita lihat dan cermati," katanya.

Semula diperkirakan sumbangan kenaikan TDL terhadap inflasi hanya 0,22 persen namun ternyata kemudian mencapai 0,35 persen.

Sementara itu terkait rencana kenaikan TDL sebesar 15 persen dan memotong subsidi listrik pada 2011, Menkeu Agus Martowardojo mengatakan, rencana itu sudah ada di "roadmap" pemerintah.

"Itu ada dalam roadmap untuk jangka waktu tiga tahun, termasuk juga subsidi pupuk," katanya.

Menurut dia, pemerintah akan menangani subsidi listrik dalam empat tahun dan menangani BBM dalam lima tahun. Meski ada pengurangan subsidi namun bukan berarti pemerintah tidak memperhatikan kaum marginal atau kaum yang susah.

"Kita akan ada program khusus untuk mengurusi dan memerhatikan dan memerdayakan masyarakat yang termarginalkan atau yang miskin, tapi untuk pupuk, listrik, dan BBM perlu suatu roadmap yang intinya membuat APBN lebih sehat," katanya.
sumber : http://www.antaranews.com/berita/1283406852/pemerintah-optimistis-inflasi-2010-terkendali

laju inflasi 2010 akan lampaui target 5,3 persen

Laju Inflasi 2010 Akan Lampaui Target 5,3%

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan laju inflasi hingga akhir tahun 2010 ini akan melampaui target 5,3% yang ditetapkan oleh pemerintah.
.
Indeks Harga Saham
.
Sementara laju inflasi untuk semester pertama, Januari hingga Juni 2010 telah mencapai 2,42%, kemungkinan dalam semester kedua yang dimulai hari ini akan ada peluang untuk mencapai 3%.
Akan ada laju yang lebih besar di semester kedua ini, karena menurut data pada tahun-tahun sebelumnya sekitar bulan Juli hingga September adalah bulan yang tidak bersahabat berkenaan dengan iuran anak sekolahan, dan nanti akan menyambut puasa dan Hari Raya Lebaran, bahkan yang saat ini menjadi kekuatiran masyarakat adalah kenaikan TDL.
Untuk menghindari target laju inflasi yang melampaui target, pemerintah masih mempunyai kesempatan dengan cara mengendalikan harga barang ke depan, yaitu mengelola distribusi dan menambah impor kebutuhan pokok, selain beras.


Sementara saat ini pasar menantikan data inflasi perihal kekuatiran akan pemulihan ekonomi global karena lambatnya perekonomian Cina yang membuat mata uang Asia melemah terhadap dolar AS.
sumber :http://id.ibtimes.com/articles/1956/20100701/inflasi-laju-statistik-target-pasar-impor

inflasi 2010 bisa tujuh persen

Inflasi 2010 Bisa Tujuh Persen



Sabtu, 03 Oktober 2009
Kenaikan Harga – Kenaikan Harga pada September di Luar Perhitungan
Perubahan pola subsidi akan mendorong inflasi tahun depan mencapai tujuh persen.

JAKARTA , Laju inflasi tahun 2010 diperkirakan bisa mendekati tujuh persen. Laju inflasi yang cepat disumbangkan oleh komponen harga yang diatur pemerintah (administered price).

"Proyeksi kami inflasi 2010 adalah 6,7 persen. Bahkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi 2010 sebesar 7,5 persen.

Perkiraan percepatan laju inflasi juga merupakan akibat dari perubahan harga-harga yang diatur pemerintah, seiring perubahan pola subsidi," kata ekonom Bank Danamon Helmi Arman di Jakarta, Jumat (30/9).

Pada 2010, pemerintah merencanakan perubahan pola subisidi dari harga menjadi terarah (targetted). Subsidi akan diberikan langsung kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan, tidak lagi dengan intervensi harga.

Dengan potensi tersebut, menurut Helmi, dibutuhkan upaya ekstra dari otoritas fiskal dan otoritas moneter dalam pengelolaan inflasi.

Otoritas fiskal harus mampu menjaga kecukupan pasokan barang dan jasa, sementara otoritas moneter melakukan stabilisasi nilai tukar dan suku bunga.

Menurut Direktur Statistik Harga BPS Sasmito Hadiwibowo, laju inflasi inti yang lebih lebih rendah dari inflasi umum menunjukkan otoritas fiskal dan moneter mampu meredam inflasi agar tidak terlalu tinggi.

"Pada dasarnya, inflasi yang sepantasnya terjadi adalah inflasi inti. Inflasi inti tidak mudah berubah seiring pergerakan harga barang dan jasa, dan cenderung bersifat permanen," kata Sasmito.

Saat inflasi inti lebih tinggi dibanding inflasi umum, lanjut Sasmito, maka pasti ada ada komponen yang menarik inflasi ke bawah. "Dalam hal ini, komponen tersebut adalah administered price (barang dengan harga diatur pemerintah)," ujar dia.

Inflasi inti adalah inflasi komoditas yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh faktor-faktor fundamental, seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, serta keseimbangan permintaan dan penawaran agregat. Ini akan berdampak pada perubahan harga-harga secara umum dan lebih bersifat permanen.

Saat inflasi inti stabil, maka pergerakan harga secara umum dapat dikatakan terjaga.

"Laju inflasi inti yang relatif stabil memang bagus. Namun, inflasi inti yang masih cukup tinggi memberikan gambaran adanya tekanan inflasi di masa mendatang," kata Helmi.

Inflasi inti, lanjut Helmi, menunjukkan faktor fundamental, yang bersifat permanen. "Dampak inflasi inti yang tinggi saat ini menjadi basis adanya potensi tekanan inflasi yang dapat dirasakan tahun depan," kata dia.


Meredam Harga

Pada Agustus, laju inflasi administered price secara tahunan adalah -5,73 persen. "Artinya, pemerintah mampu meredam kenaikan harga sehingga inflasi lebih rendah dari yang sepantasnya," ujar Sasmita.

Pengelolaan inflasi selama September dinilai cukup baik, karena komponen inflasi inti stabil.

"Inflasi inti pada September relatif stabil, yaitu 4,86 persen secara year on year. Pada Agustus, inflasi inti year on year adalah 4,84 persen," kata Helmi.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan enggan untuk menilai kinerja pengelolaan inflasi September. "Ada hal yang di luar perhitungan yang terjadi pada September," ujar dia.

Selama ini, lanjut Rusman, kinerja pengelolaan inflasi selalu dinilai dari harga bahan-bahan pokok, terutama makanan.

"Namun pada September, inflasi juga disumbangkan oleh kenaikan harga pada kelompok transportasi, yang sebelumnya tidak diperhatikan dalam menilai kinerja pengelolaan inflasi," kata dia.

Inflasi untuk bahan pokok sendiri, tambah Rusman, dalam dua bulan terakhir memang cukup cepat.

"Begitu juga inflasi umum. Namun, ada excuse karena kita sudah terbiasa dengan inflasi yang rendah sejak awal tahun," kata dia.

Salah satu barang administered price yang sangat memengaruhi inflasi adalah bahan bakar minyak (BBM). Kenaikan harga BBM selalu diikuti dengan percepatan laju inflasi.

Pada 2008, laju inflasi mencapai 11,04 persen akibat kenaikan harga BBM pada akhir Mei. Dalam RAPBN 2010, pemerintah mengajukan besaran anggaran subsidi BBM sebesar 59 triliun rupiah. Meningkat dibandingkan alokasi pada 2009, yaitu 54 triliun rupiah. 

sumber : http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=22797

Senin, 08 November 2010

inflasi indonesia bergerak naik

 INFLASI INDONESIA BERGERAK NAIK
 Laju inflasi tahun depan akan meningkat karena dorongan inflasi mulai makin meninggi dalam beberapa tahun terakhir akibat penyesuaian terhadap "administered prices". Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution menyatakan prediksinya dalam asumsi makro ekonomi RAPBN 2011.(05/10)

Harga yang ditetapkan pemerintah (administered price) yang dimaksud antara lain faktor tarif dasar liistrik dan tarif tol maupun sektor jasa lainnya. Dengan adanya kondisi ini BI sebagai badan moneter tetap berusaha menjaga laju inflasi dengan mengusahakan uang beredar tidak terlalu banyak hingga mengubah kebijakan dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM).

Kebijakan menaikkan gira wajib minimum akan menurunkan jumlah uang beredar sehingga meredam inflasi. Selain itu, BI juga tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) tetap berada pada angka 6.5 persen.

Pernyataan yang mendukung juga diungkapkan oleh kepala BPS Rueman Heriawan. Dikatakannya bahwa laju inflasi sebesar 2.78 persen pada 2008 sulit dicapai kembali, karena angka inflasi tersebut terbantu oleh adanya krisis global. Berdasarkan pengalaman dalam sepuluh tahun terakhir, apabila pertumbuhan ekonomi ditargetkan diatas enam persen, maka laju inflasi tidak mencapai angka dibawah lima persen.

Pemerintah dalam RAPBN 2011 menetapkan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, nilai tukar Rp9.300 per dolar AS, inflasi 5,3 persen, suku bunga SBI tiga bulan 6,5 persen, harga minyak 80 dolar AS per barel, dan lifting 0,970 juta liter per hari.

Inflasi September Capai 0.44 Persen
Inflasi bulan September 2010 mencapai 0.44 persen yang terutama dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi sandang bersamaan dengan Idul Fitri.

Dengan demikian inflasi tahun kalender selama Januari hingga September sebesar 5.28 persen, sedangkan inflasi (yoy) dibandingkan tahun lalu sebesar 5.08 persen.

sumber :http://www.vibiznews.com/article/economy/2010/10/05/inflasi-indonesia-bergerak-naik

inflasi juni 2010 diprediksi naik

BPS: Inflasi Juni Diprediksi Naik


JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan laju inflasi Juni akan lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.Kenaikan inflasi terutama disebabkan kenaikan harga sejumlah bahan pangan.

Kepala BPS Rusman Heriawan mengatakan, komoditas cabai diperkirakan menjadi penyumbang inflasi tertinggi. Hal ini, selain karena fluktuasi harga juga disebabkan pasokannya yang berkurang.

"Kecenderungannya adalah inflasi Juni menjadi lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya," ujarnya di Jakarta.

Menurut dia, kenaikan harga cabai juga disebabkan kebiasaan masyarakat Indonesia yang gemar mengonsumsi cabai segar dibandingkan cabai olahan.Meski demikian, Rusman memperkirakan inflasi Juni masih dalam posisi aman dan masih berada di bawah satu persen.

BPS pada Mei 2010 mencatat inflasi sebesar 0,29 persen.Dengan besaran inflasi kumulatif Januari-Mei 2010 sebesar 1,44 persen, sementara inflasi year on year pada Mei 2010 mencapai 4,16 persen.

"Jika masyarakat bisa pindah ke cabai olahan, otomatis inflasi tidak akan banyak terbebani," ungkap Rusman.

Harga cabai merah di pasarpasar tradisional kata Rusman,bisa mencapai Rp40.000 per kg sejak awal Juni 2010.Kenaikan harga ini disebabkan oleh kurangnya suplai cabai merah dari petani dan semakin tingginya permintaan menjelang bulan puasa.

"Hal yang perlu diwaspadai pada Juni-Agustus akan ada tekanan inflasi yang cukup besar, yang pertama ada tahun ajaran baru, liburan sekolah, rencana kenaikan TDL (tarif dasar listrik), dan Agustus persiapan Ramadan," paparnya.

Meskipun akan ada lonjakan inflasi pada bulan-bulan tersebut, Rusman mengaku optimistis bahwa inflasi akan berada di kisaran batas aman pemerintah 5,3–6 persen. Apalagi kalau dilihat dari year on year (yoy) inflasi memang 4,16 persen atau tinggal sedikit lagi ke 5,3-6 persen.

"Walaupun sudah dekat dengan angka pemerintah, tapi kalau yoy kita masih aman," urainya.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi Juni 2010 lebih tinggi dibanding inflasi Juni 2009. Pjs Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, meningkatnya inflasi Juni 2010 disebabkan oleh kenaikan TDL yang efektif berlaku pada awal Juli 2010.

"Memang ada ekspektasi yang berubah, tapi sedikit di atas rata-rata," katanya.

Namun, Darmin tidak menyebutkan berapa besar kenaikan inflasi pada Juni 2010. Kendati begitu, menurut dia,kenaikan inflasi tidak akan jauh di atas rata-rata.

"Yang jelas,lebih tinggi sedikit dibandingkan Juni 2009," ungkapnya.

Inflasi hingga akhir tahun,kata Darmin, akan terkendali meski terjadi gejolak pada harga-harga bahan pangan.Hingga akhir tahun inflasi tetap berada pada kisaran 5,2 persen.

Dengan kondisi itu,katanya, BI belum berencana untuk mengubah suku bunga acuannya (BI Rate). Karena BI Rate pada level 6,5 persen masih dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

"BI Rate masih sesuai dengan tingkat inflasi untuk mendorong ekonomi," bebernya.

Sementara itu, Deputi Gubernur BI Ardhayadi Mitroadmodjo mengatakan, tingkat inflasi di kawasan Indonesia timur masih di atas rata-rata nasional.

"Salah satu masalah tingginya inflasi, yakni faktor distribusi di mana ketersediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang belum mampu menyeimbangkan kondisi geografis," paparnya dalam seminar bertajuk ”Potensi Pengembangan Ekonomi dan Tantangan Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Timur Indonesia” di Kantor BI Makassar.

Ardhayadi mengatakan,pergerakan barang di kawasan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi alam dan cuaca. Dia menambahkan, hal itu diperparah kondisi jalan yang belum memadai dan alat transportasi yang kurang andal.

"Tidak hanya akan menghambat bagi pengembangan ekonomi daerah di KTI dan menurunkan daya beli masyarakat di KTI," ujarnya.

Lead Economist Bank Dunia Shubham Chaudhuri sebelumnya memprediksikan tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2010 mencapai 5,1 persen,walau pada semester II/2010 pertumbuhan harga konsumen mengalami percepatan.

"Kelesuan yang tidak diperkirakan pada semester I/2010 dan mudah berubahnya harga pangan, menyebabkan penurunan proyeksi inflasi tahunan," ungkapnya.

Dia memprediksi, laju inflasi akan turut memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2010.Pemerintah hanya bisa meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia bila daya investasi ditingkatkan.

"Meski lebih tinggi dari periode sebelumnya.Pertumbuhan kali ini juga tetap terhalang inflasi,walaupun sektor manufaktur tidak tumbuh signifikan tidak seperti konsumsi," paparnya.
sumber : http://economy.okezone.com/read/2010/06/29/320/347646/bps-inflasi-juni-diprediksi-naik

Potensi kenaikan BBM dorong laju inflasi 2010

 POTENSI KENAIKAN BBM DORONG LAJU INFLASI 2010

Jakarta, Bank Indonesia (BI)memperkirakan inflasi tahun 2010 akan lebih tinggi dari tahun 2009 terkait dengan potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji akibat mulai naiknya harga minyak dunia.

Hal ini dikemukakan oleh peneliti Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Rudy Hutabarat di sela Musyawarah Penanaman Modal di Hotel Nikko, Jakarta, Kamis (6/8/2009).
"Pasca pemilu biasanya diikuti kenaikan BBM dan elpiji, itu bisa mendorong inflasi," ujarnya.

Menurutnya, harga jual BBM bersubsidi masih berpotensi meningkat seiring dengan kenaikan harga minyak dunia yang mencapai US$ 70 per barel. Sama halnya dengan harga jual elpiji tabung 12 kg yang saat ini dijual pada harga Rp 5.000 per kg sedangkan harga keekonomiannya berada di sekitar Rp 7.000 per kg.

Kenaikan Elpiji

Rudy juga mengatakan, BI memperkirakan kenaikan harga elpiji tahun 2010 bisa menyumbang inflasi sebesar 0,28-0,55%.

"Untuk mendekati harga keekonomiannya, potensi kenaikan elpiji 12 kg diperkirakan sekitar 13-26% sehingga akan memberikan sumbangan sebesar 0,28-0,55% inflasi," katanya.

Menurutnya pada bulan Juli 2008 PT Pertamina sempat mengusulkan kenaikan harga elpiji 12 kg setiap bulannya untuk disesuaikan dengan harga keekonomiannya, namun usulan tersebut dibatalkan oleh pemerintah.

"Dengan ini potensi kenaikannya cukup besar, terkait dengan harga jual elpiji 12 kg dan industri internasional yang cukup tinggi," katanya.

Ia menambahkan, dampak kenaikan elpiji terhadap inflasi tersebut sudah mempertimbangkan meningkatnya bobot elpiji dalam indeks harga konsumen. Bobot elpiji di tahun 2010-2012 akan meningkat sehingga terus memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap inflasi.

Sementara, kenaikan harga minyak tanah akibat masih adanya permintaan di tengah pengurangan pasokan diperkirakan tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap inflasi.
sumber :http://www.kilasberita.com/kb-finance/ekonomi-a-moneter/19464-potensi-kenaikan-bbm-dorong-laju-inflasi-2010

Laju inflasi indonesia lebih baik dari zimbabwe



Laju Inflasi Indonesia Lebih Baik Dari Zimbabwe  
 
 
   sumber : http://www.radar.co.id/berita/read/3831/2010/Laju-Inflasi-Indonesia-Lebih-Baik-Dari-Zimbabwe-  
 
 
  Laju inflasi yang tinggi selalu menjadi masalah perekonomian di Indonesia, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan laju inflasi di indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Menurutnya inflasi Indonesia sampai 600% pernah terjadi dimasa Orde Lama. Pada tahun 2005 pemerintah memutuskan harga bahan bakar minyak dinaikkan saja. Inflasi menjadi 17 persen saja rakyat masih ngamuk.

“Di sini masih lebih baik tidak seperti di Zimbabwe yang saat ini inflasinya 7.000%, jadi duit itu beli bakso Rp 7.000 perak, jam 12 sudah jadi Rp 10.000," ujar Sri Mulayani yang juga Menteri Perekonomian dalam acara olimpiade APBN Tingkat SMA di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Rabu (5/8/2009).

Sebagai pemegang kuasa anggaran Negara, kata Sri Mulyani, terkait APBN, dirinya akan sangat ketat dalam melakukan seleksi dan menyetujui anggaran yang diajukan kementerian dan lembaga yang ada.

"Menyusun APBN secara prinsip sama dengan belanja. Mungkin karena menkeunya cewek mengerti dan senang belanja. Menteri pertanian bilang begini begitu kayak dampak el nino dibutuhkan anggaran lebih, Menteri ESDM minta subsidi, Menhub minta dibikin pelabuhan, seperti itu. Jadi mana yang bisa dipotong, yang bisa dirasionalkan," jelasnya.

Sebab menurutnya jika Menteri Keuangan tidak selektif dalam menyetujui anggaran kementerian dan lembaga maka defisit anggaran akan meningkat.

"Kalau (anggaran) tidak bisa (dipotong) ya kita harus defisit, artinya pinjam. Waktu zaman Pak Soekarno defisit sangat kronis. Pinjam-pinjam masih kurang maka suruh cetak duit. Karena BI tidak independen. Maka tinggal minta uang dicetak sebanyak-banyaknya, misalnya untuk bikin Monas kita cetak duit banyak," ujarnya.
            

LAJU INLASI SULSEL 2010 DIPREDIKSI NAIK

LAJU INFLASI  SULSEL 2010 DIPREDIKSI NAIK

Inflasi Sulawesi Selatan di penghujung 2010 di perkirakan melebihi posisi inflasi tahun sebelumnya yang berada di level 3,29 persen, akibat kenaikan tarif dasar listrik baik industri maupun rumah tangga.

Koordinator Kantor Bank Indonesia Wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua Lambok Antonius Siahaan di Makassar, Jumat, mengatakan rencana kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) bagi pelanggan industri dan rumah tangga akan memicu kenaikan harga bahan pokok kebutuhan masyarakat.


"Hal ini sudah terlihat dari data BPS yang menunjukkan tren inflasi Sulsel sepanjang Januari hingga Mei telah berada di level 1,06 persen," ucapnya dikutip dari AntaraNews.

Kemungkinan adanya lonjakan inflasi Sulsel di tahun ini cukup besar terlihat, jika melihat dari posisi indeks harga konsumen (IHK) Sulsel yang menunjukkan tren peningkatan memasuki semester pertama tahun ini.

"Memang kami belum bisa menentukan berapa besar peningkatan laju inflasi Sulsel, tetapi tren peningkatannya dibanding tahun sebelumnya potensinya cukup besar," ujarnya.

Pemimpin Bank Indonesia di Makassar ini menilai rencana kenaikan TDL sebesar 10 - 15 persen pada Juli 2010 akan menjadi pendorong utama peningkatan laju inflasi di Sulsel sepanjang 2010, belum lagi bulan suci Ramadhan akan mulai masuk pada Agustus nanti.

Namun, Bank Indonesia akan berkoordinasi dalam waktu dekat ini dengan Pemerintah Provinsi Sulsel untuk merumuskan langkah-langkah untuk mengendalikan laju inflasi melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang telah dibentuk Bank Indonesia Makassar dan Pemprov Sulsel.

"Tim ini nantinya yang akan bertugas memantau pendistribusian kebutuhan pokok ke masyarakat, jangan sampai terjadi kelangkaan kebutuhan masyarakat di pasaran," ucapnya.

Data BPS Sulsel sebelumnya menyebutkan indeks harga konsumen di Sulsel pada Mei 2010 mengalami kenaikan 0,61 persen dan kenaikan itu memberikan andil yang besar terhadap posisi inflasi Sulsel selama Januari hingga Mei 2010.

Kepala BPS Sulsel, Bambang Suprijanto mengungkapkan data hingga April 2010 laju inflasi daerah ini selama Januari - April 2010 dilaporkan mencapai 0,47 persen, berdasarkan hasil survei terakhir menunjukkan IHK di Sulsel pada April 2010 dilaporkan turun sekitar 0,60 persen dibanding IHK Maret 2010 yang mencapai 120,10 persen.

"Sementara IHK tahunan pada April 2010 terjadi peningkatan sebesar 3,28 persen dibanding April 2009," urainya.

BPS Sulsel mengaku, target inflasi tahun ini sebesar tiga persen mampu tercapai, indikatornya terlihat dari deflasi yang terjadi di Sulsel pada April 2010 minus 0,50 persen yang dipengaruhi turunnya harga sejumlah komoditi terutama bahan makanan, makanan jadi, minuman, sandang, dan kelompok transportasi.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi Sulsel hingga Mei 2010 BPS Sulsel memprediksi masih berada diatas 7 persen, salah satu faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel tahun ini yakni telah teratasinya krisis listrik.

Tahun lalu, terbatasnya daya listrik diakui memang telah menghambat kinerja sejumlah sektor jasa maupun perdagangan yang cukup menentukan pertumbuhan ekonomi, meskipun Pemprov Sulsel telah berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi diatas rata-rata nasional.

Selain listrik, normalnya kondisi cuaca diharapkan mampu mendukung pertumbuhan sektor pertanian dan perkebunan di kisaran 6 - 7 persen, sehingga kedua sektor itu mampu tumbuh dengan baik dan akan menyeret membaiknya sektor lain seperti dunia industri dan jasa.

Berdasarkan pantauan BPS Sulsel pada triwulan pertama 2010 posisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulsel tumbuh 18,87 persen, hanya saja data ini diakui masih belum pasti menyusul kurang akuratnya data ekspor nikel yang diberikan perusahaan tambang asing PT. Inco, Tbk yang beroperasi di Sulawesi Selatan. (ds)

prospek inflasi dan kebijakan moneter

Prospek Inflasi dan Kebijakan Moneter 2010

Laju inflasi akhir tahun 2009 yang hanya 2,78 persen (tahunan) merupakan salah satu figur inflasi terendah dalam sejarah Indonesia. Sejak tahun 1970, hanya ada dua periode dengan laju inflasi tercatat lebih rendah, yaitu tahun 1971 yang mencapai 2,56 persen dan tahun 1999 sebesar 2,01 persen.

Namun, publikasi data inflasi bulan Januari oleh Badan Pusat Statistik beberapa waktu lalu menyiratkan bahwa tekanan inflasi mulai kembali meningkat. Bagaimana prospek inflasi untuk beberapa waktu mendatang? Bagaimana pula dampaknya terhadap arah kebijakan moneter bank sentral?

Sepanjang Januari terjadi inflasi sebesar 0,84 persen. Besaran inflasi itu lebih tinggi dari estimasi banyak pihak, yang memperkirakan inflasi akan berada di kisaran 0,50 persen.

Sebenarnya, pada kondisi normal (bukan krisis atau pascakrisis), tekanan inflasi di akhir atau awal tahun memang cenderung meningkat. Pada 2005-2008, inflasi yang terjadi pada Januari selalu berada di atas 1 persen. Pada 2005 sebesar 1,43 persen, pada 2006 sebesar 1,36 persen, tahun 2007 sebesar 1,04 persen, dan tahun 2008 sebesar 1,7 persen.

Beras biasanya jadi komoditas utama yang memengaruhi tekanan inflasi pada bulan Januari. Pada Januari 2010, beras memberi andil inflasi 0,35 persen. Pada Januari 2009, beras masih memberi andil inflasi sebesar 0,06 persen meski secara umum terjadi deflasi pada waktu itu. Seterusnya, untuk 2005-2008, beras umumnya selalu menjadi komoditas yang memberi andil terbesar terhadap total inflasi pada Januari.

Selain di Indonesia, peningkatan tekanan inflasi juga mulai dialami oleh negara-negara lain. Di beberapa negara, naiknya laju inflasi bahkan mulai terasa sejak pertengahan 2009 (Gambar 1).

Laju Inflasi Meningkat

Apabila pada periode krisis yang lalu beberapa negara mengalami fase deflasi, saat ini secara umum negara-negara itu sudah kembali mengalami inflasi, termasuk Amerika Serikat, China, zona Uni Eropa, dan beberapa negara-negara tetangga. Inflasi tahunan di AS pada Desember 2009 bahkan mencapai 2,82 persen (tren inflasi jangka panjang di AS kira-kira berada di 2-3 persen).

Memang masih ada beberapa negara yang saat ini berada dalam periode deflasi. Jepang, misalnya, hingga Desember 2009 masih mengalami deflasi yang cukup dalam sebesar 1,68 persen (tahunan). Singapura juga masih mengalami deflasi sampai Desember 2009.

Sejumlah indikator menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi Indonesia berpotensi untuk terus meningkat dalam beberapa waktu mendatang.

Peningkatan aktivitas ekonomi itu sangat mungkin mendorong naiknya daya beli masyarakat. Naiknya daya beli masyarakat memberi insentif bagi pengusaha untuk menaikkan harga jual produk, yang pada akhirnya berdampak pada naiknya tekanan inflasi.

Oleh karena itu, dampak lemahnya sisi permintaan yang mengurangi tekanan inflasi sepanjang 2009 sepertinya sulit untuk berlanjut pada tahun ini.

Inflasi kemudian berpotensi kembali ke level yang selaras dengan tren jangka panjangnya. Data historis menunjukkan bahwa tren inflasi dalam kondisi normal di Indonesia berada di kisaran 6-6,5 persen.

Data historis juga menunjukkan bahwa shock kebijakan (terutama kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi) yang diambil pemerintah pasti merusak tren itu. Pada 2005 dan 2008 pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi yang kemudian membuat laju inflasi melambung tinggi.

Untuk 2010, potensi terjadinya kenaikan harga BBM bersubsidi sepertinya masih cukup kecil. Harga minyak dunia memang diperkirakan naik sejalan dengan naiknya permintaan.

Namun, banyak pihak meyakini bahwa suplai minyak dunia masih dapat memenuhi kenaikan permintaan yang umumnya berasal dari negara-negara yang masih mengalami pemulihan aktivitas ekonomi.

Sampai awal Februari, Energy Information Administration (EIA) di AS memprediksi harga minyak pada akhir 2010 akan mencapai 82 dollar AS per barrel dengan rata-rata harga sepanjang tahun mencapai 79,8 dollar AS per barrel.

Beberapa lembaga lain yang lebih pesimistis memperkirakan harga minyak akan mencapai 90 dollar AS per barrel. Dengan skenario kenaikan harga minyak seperti di atas, opsi kenaikan BBM sepertinya masih dapat dihindari pemerintah pada 2010.

Dengan skenario itu pula, Danareksa Research Institute memperkirakan pola laju inflasi pada 2010 akan bergerak seperti ditunjukkan pada Gambar 2 (warna merah menunjukkan perkiraan).

Proyeksi Inflasi 2010

Tekanan inflasi diperkirakan masih relatif tinggi pada Februari dan akan turun pada Maret dan April sejalan dengan dimulainya masa panen raya.

Tekanan inflasi kemudian akan kembali meningkat dan mencapai puncaknya antara Agustus dan September 2010 (bersamaan dengan bulan Ramadhan). Secara keseluruhan, Danareksa Research Institute memperkirakan laju inflasi tahunan pada 2010 akan mencapai 6,01 persen.

Fase pemulihan

Pada periode krisis lalu, otoritas moneter di banyak negara umumnya menerapkan kebijakan moneter longgar. The Fed di AS, misalnya, menjalankan kebijakan tersebut dengan menurunkan suku bunga acuan hingga mendekati 0 persen.

Selain itu, The Fed juga membeli obligasi Pemerintah AS dalam jumlah besar (yang berarti menyuntikkan uang ke sistem keuangan). Dampaknya, monetary base (uang primer atau M0) dan suplai uang (M1) melambung tinggi sejak pertengahan 2008.

Fase pemulihan yang masih berlangsung dan perlu dijaga membuat bank-bank sentral di dunia secara umum belum mengubah arah kebijakan moneter secara signifikan meski pada beberapa kasus suku bunga efektif sudah negatif karena laju inflasinya sudah lebih tinggi dari suku bunga acuan.

Penurunan angka pertumbuhan suplai uang yang terjadi di beberapa negara, seperti yang terjadi di AS, sepertinya lebih disebabkan oleh faktor base effect dan bukan perubahan arah kebijakan moneter bank sentral.

Bagaimana dengan prospek kebijakan moneter di Indonesia? Agak sulit dijawab karena rangkaian kebijakan Bank Indonesia (BI) seperti bertolak belakang beberapa waktu lalu.

BI memang menurunkan suku bunga acuan sampai 6,5 persen (tampak melonggarkan kebijakan moneter). Namun, pada saat yang sama BI juga membatasi pasokan uangnya ke sistem dengan menyerap banyak dana perbankan dengan penerbitan instrumen Sertifikat Bank Indonesia (memperketat kebijakan moneter).

Beberapa indikator kemudian menunjukkan bahwa pelonggaran kebijakan moneter yang dicanangkan BI sebenarnya belum berhasil tercapai.

Indikator tersebut misalnya pertumbuhan negatif uang primer (M0), suku bunga pinjaman yang sulit turun, dan pertumbuhan kredit yang terus menurun.

Tekanan inflasi yang kembali meningkat pada tahun 2010 tentu membatasi ruang BI untuk mempertahankan suku bunga acuan di level yang rendah.

Sampai dengan semester I-2010, laju inflasi diperkirakan masih akan berada di kisaran 5 persen. Oleh karena itu, sampai dengan pertengahan tahun 2010, BI kemungkinan besar masih dapat mempertahankan suku bunga acuan pada level yang sekarang.

Tentu perlakuan terhadap suku bunga acuan perlu dibarengi dengan pengelolaan yang sesuai atas instrumen moneter pendukung, misalnya penerbitan Sertifikat Bank Indonesia.

Hal ini penting agar kebijakan moneter yang digariskan BI dapat benar-benar berdampak seperti yang diharapkan.

Dengan pengelolaan yang tepat, tingkat likuiditas di sistem keuangan akan tetap terjaga. Kondisi ini akan mempermudah perbankan menjalankan fungsi intermediasinya.

Dengan dukungan yang cukup dari perbankan, pemulihan dan peningkatan aktivitas ekonomi yang sedang berlangsung tentu akan lebih optimal.
sumbet :http://www.danareksa-research.com/economy/media-newspaper/388-prospek-inflasi-dan-kebijakan-moneter-2010

laju inflasi 2010 bisa di atas 6%

Laju inflasi 2010 bisa di atas 6%

Bisnis Indonesia
JAKARTA Laju inflasi Indonesia pada tahun ini berpotensi menembus 6,5% karena terpicu lonjakan harga komoditas dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL).Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) Chatib Basri mengonfirmasikan dalam 2 bulan pertama tahun ini laju inflasi sebenarnya sudah cukup tinggi. Dia melihat ada kecenderungan terus berlanjut dengan kisaran 6% sepanjang tahun.
Hal ini terkait dengan rencana penaikan TDL pada Juli yang diyakini memengaruhi harga barang, sehingga target inflasi pemerintah yang dipatok 5,5% sulit tercapai."Tapi kalau commodity price naik tinggi sekali, maka bisa pressure (inflasi) mendekati 7%. Tapi saya kira pada kisaran 6%-6,5%,"jelasnya dalam acara The JO" Annual Citi Indonesia Economic and Political Outlook 2010 kemarin.Namun, Chatib menilai hal ter-ebut bukan masalah besar mengingat sejarah inflasi Indonesia biasanya berada di kisaran yang lebih tinggi, yakni 8%-9%, kecuali Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter ketat. Kebijakan itu dapat mengurangi tekanan inflasi ke level 5,5% seperti yang diharapkan.
"Dugaan saya BI akan coba pertahankan BI Rate di kisaran 6,5%, tapi tentunya akan sangat bergantung pada tren inflasi. Makanya, pengelolaan ekspektasi inflasi menjadi sangat penting," tuturnya.Selain itu, lanjut dia, tekanan inflasi bisa terjadi karena terpengaruh pergerakan harga minyak dunia. Namun, imbuhnya, kompensasi penurunan juga bisa terjadi jika apresiasi rupiah terhadap dolar AS berlanjut terus.Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama mengakui laju inflasi dapat lebih tinggi dari 6%. Sementara itu, dia mengatakan perlunya mewaspadai dinamika ekonomi global dan regional, termasuk rencana penerapan kebijakan keluar dari krisis (exit strategy).
Menkeu memperkirakan banyak negara di dunia pada semester 11/2010 akan mengambil kebijakan itu sehingga membuat kapasitas APBN mereka berpotensi mengalami pembengkakan defisit anggaran.Sementara itu, dari sisi regional, dia memperingatkan stabilitas nilai tukar juga akan diuji mengingat tengah terjadi pertarungan antara dolar AS dengan renminbi China. Kedua jenis mata uang itu dinilai sedang mencari keseimbangan baru yang akan memberikan dampak ke global dan regional, termasuk ke Indonesia.
Kenaikan TDL
Dalam acara terpisah, Badan Pusat Statistik (BPS) melihat rencana pemerintah menaikkan TDL sebesar 15% pada Juli akan memberi tekanan inflasi tahunan 2009 sebesar 0,36%.Kepala BPS Rusman Heriawan mengatakan kenaikan TDL akan memberikan dampak inflasi langsung sekitar 2,4% yang jika dikalikan dengan besaran persentase kenaikannya (15%). Jadi, total tekanan inflasinya akan 0,36%.Namun, Rusman berharap dampak tak langsung dari efek ganda ekonomi akibat kenaikan TDL tidak menjadi liar. Pasalnya, kata dia, tidak semua sektor usaha memiliki komponen energi tinggi, sehingga seharusnya kenaikan TDL tidak direspons dengan kenaikan harga barang dan jasa secara besar-besaran.
Di satu sisi, dia mengisyaratkan ada potensi deflasi pada bulan ini seiring masuknya musim panen raya yang memicu penurunan harga sebagian besar ba-han pokok yang mendorong inflasi tinggi.Dia menginformasikan kecenderungan penurunan harga ba-han pokok dalam pekan pertama bulan ini. Meski belum kembali ke posisi harga pada tahun lalu, peluang terjadinya deflasi secara umum sangat terbuka jika tren itu berlangsung pada pekan terakhir Maret.Johanna Chua, Chief Asia Pacific Economist Citigroup Global Markets Asia, menilai rencana kenaikan TDL bukan ancaman bagi pengelolaan inflasi 2010.
simber :http://bataviase.co.id/node/136313

Dampak Laju Inflasi 2008 terhadap IT

Dalam beberapa hari semenjak tahun 2008 dimulai, tekanan terhadap inflasi dalam negeri rupanya telah menunjukkan peningkatan yang kurang menggembirakan. Masih belum baiknya distribusi dan penyediaan kebutuhan pokok di dalam negeri rupanya telah memperparah angka inflasi Indonesia.

Pada hari Selasa yang lalu, seperti yang dilansir Antara, Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah mengatakan bahwa kajian penelitian BI memperlihatkan tekanan inflasi pada 2008 maksimum terjadi 6,3%, bila pemerintah tidak melakukan tindakan apa pun. Lebih lanjut ia mengatakan, "Para peneliti di BI melihat justru pada 'high end' dekat ke arah 6%, dan bahkan bisa melewati 6%, maksimumnya 6,3% apabila tidak ada usaha yang dilakukan, jadi apabila tidak melakukan apa-apa, maka itulah yang akan terjadi".

Untuk itu, ia mengemukakan, pihaknya bersama pemerintah akan terus berupaya untuk mengendalikan tekanan inflasi yang kuat pada 2008. Menurutnya, pemerintah akan mengendalikan inflasi dengan berupaya perbaikan di bidang distribusi dan upaya penyediaan kebutuhan pokok.

Banyak pihak mulai meragukan kemampuan pemerintah untuk merealisasikan target penurunan inflasi dalam negeri sebesar lima plus minus satu dapat tercapai. Apalagi jika dilihat dalam dua tahun sebelumnya, terbukti pemerintah juga telah meleset dari target penurunan inflasi yang ditetapkannya. Kenaikkan harga minyak dunia pada akhir tahun 2007 yang sempat mencapai $100 dollar per barel kemarin pun ternyata masih berdampak pada harga barang kebutuhan di dalam negeri.

Seperti yang dikatakan Anton Gunawan, seorang ekonom Citibank kepada Antara, “Kami memperkirakan tingkat inflasi 2008 bergerak lebih tinggi sebagai kelanjutan dari berbagai kecenderungan sebelumnya”. Menurutnya kenaikan harga pangan serta tingginya tekanan pada inflasi inti, seperti gejolak kurs, pertumbuhan jumlah uang edar, akan meningkatkan tekanan pada inflasi.

Disamping itu Indonesia diperkirakan juga masih akan menghadapi sejumlah masalah yang menyebabkan tekanan pada inflasi, seperti adanya gangguan arus barang dan jasa serta memburuknya infrastruktur. Untuk hal yang satu ini, tentunya Indonesia juga harus waspada, mengingat selama ini masih banyak pemenuhan kebutuhan barang di Indonesia bergantung pada arus impor dari luar negeri. Sebut saja barang-barang elektronik, suku cadang kendaraan, serta berbagai macam piranti komputer, mulai dari hardware hingga software, Indonesia masih sangat bergantung pada arus barang dagang dari luar negeri, alias import. Tentu saja hal ini menimbulkan keprihatinan tersendiri, mengingat nilai tukar rupiah terhadap dollar pun ternyata hingga saat ini belum menunjukkan perbaikan yang signifikan, apalagi kestabilan.

Khusus untuk bidang IT, kerawanan terhadap distribusi hardware maupun software dari luar negeri tetap merupakan ancaman terbesar dalam masalah ini. Mengingat ketergantungan Indonesia terhadap arus barang datang serta belum mampunya industri dalam negeri memenuhi kebutuhan jenis barang ini. Selain itu, dari segi harga barang-barang jenis ini juga diperkirakan masih akan sangat fluktuatif, mengingat gejolak ketidakstabilan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang masih berlangsung hingga saat ini
sumber :http://satriagosatria.blogspot.com/2010/04/dampak-laju-inflasi-2008-terhadap-it.html

Laju inflasi indonesia terendah dibanding negara tetangga

Bank Dunia: Laju Inflasi Indonesia Terendah Dibanding Negara Tetangga

Jakarta, 23/06/2010 MoF (Fiscal) News - Laju inflasi Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan yang dialami oleh negara-negara tetangga sejak petengahan 2009. Hal ini disampaikan Lead Economist World Bank’s Jakarta Shubham Chaudri dalam seminar bertajuk “Indonesian Economic Quarterly Report” yang digelar di Gedung Energy, Jakarta, pada Rabu (17/06) .
Shubham pun memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya inflasi di Indonesia. Solidnya pengaturan harga energi yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia, diakui Shubham membuat harga konsumen Indonesia tidak terpengaruh oleh melambungnya harga energi dunia pada awal tahun 2009. Selain itu, faktor pemulihan nilai tukar Rupiah yang relatif stabil juga turut memiliki andil besar dalam menekan laju inflasi.
Namun, Shubham juga menjabarkan beberapa faktor yang berpotensi akan melambungkan inflasi Indonesia jelang tahun 2011. “Naiknya harga komoditas yang disebabkan oleh tingginya demand, nampaknya akan menjadi penyebab utama,” papar Shubham. Faktor lain yang turut mendorong laju inflasi yaitu naiknya tarif dasar listrik sebesar 10%. Seperti diketahui, pemerintah berencana akan mulai memberlakukan tarif dasar listrik yang baru mulai bulan Juli mendatang.(uno)
sumber: www.depkeu.go.id

INFLASI DI INDONESIA

Penyebab

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).[rujukan?] Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu
kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

[sunting] Penggolongan

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
  1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
  2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
  3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
  4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

[sunting] Mengukur inflasi

Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
  • Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
  • Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
  • Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
  • Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
  • Indeks harga barang-barang modal
  • Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

[sunting] Dampak

Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi

Laju inflasi

PENGERTIAN INFLASI
Inflasi adalah kenaikan harga secara umum, atau inflasi dapat juga dikatakan sebagai penurunan daya beli uang. Makin tinggi kenaikan harga makin turun nilai uang. Defenisi diatas memberikan makna bahwa, kenaikan harga barang tertentu atau kenaikan harga karena panen yang gagal misalnya, tidak termasuk inflasi.
Ukuran inflasi yang paling banyak adalah digunakan adalah: Consumer price indeks” atau “ cost of living indeks”. Indeks ini berdasarkan pada harga dari satu paket barang yang dipilih dan mewakili pola pengeluaran konsumen. Barang-barang dalam paket itu dibobot sesuai dengan kepentingan relatifnya bagi konsumen. Dan data harga diperoleh dalam bentuk indeksasi. Indeks yang lain juga dapat diperoleh dari “deflatoir GNP pada harga konstan”. Kelebihan indeks ini bukan hanya memperhitungkan harga barang konsumen tetapi juga harga barang kapital dan barang ekspor.
Inflasi adalah masalah seluruh dunia. Namun berdasarkan data negara yang sedang berkembang, yang lebih banyak pengalamannya dalam hal ini inflasi dibanding dengan negara industri. Penyebaran inflasi keseluruh dunia terjadi oleh karena adanya mekanisme perdagangan keuangan yang saling berkaitan antara negara dunia.
Inflasi merembes keseluruh dunia dengan bebas. Kenaikan harga minyak empat setengah kali pada tahun 1973 – 1974 telah meningkatkan laju inflasi dunia dengan cepat pada tahun 1974 – 1975. Demikian juga perluasan “money supply” dunia pada tahun 1970 an telah mendorong inflasi. Kenyataan ini adalah akibat kekakuan “exchange rate”. Bila exchange rate (nilai tukar), fleksibel sempurna maka inflasi dapat dihindari. Sebaliknya kebanyakan negara dunia memiliki tingkat penukaran mata uang asing (exchange rate) yang tidak fleksibel, sehingga inflasi tak dapat dihindari.
Generalisasi seperti ini tentu ada kecualinya, yaitu negara yang mempunyai sistem perencanaan sentral di Eropa Timur atau Uni Soviet (tempo dulu). Pada negara-negara ini harga ditetapkan oleh pemerintah pusat (secara administratif). Jadi bukan karena permainan permintaan dan penawaran. Ini tidak berarti bahwa permintaan tidak pernah melebihi penawaran. Bila kenyataan ini juga terjadi maka penjatahan atau antri dapat diberlakukan terhadap produksi, sebelum penawaran ditingkatkan.
A. Arti Inflasi
Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga barang-barang secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung dalam waktu yang lama terus-menerus. Harga barang yang ada mengalami kenaikan nilai dari waktu-waktu sebelumnya dan berlaku di mana-mana dan dalam rentang waktu yang cukup lama
D. Dampak Sosial Dari Inflasi
Inflasi dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas ekonomi di mana para pelaku ekonomi enggan untuk melakukan spekulasi dalam perekonomian. Di samping itu inflasi juga bisa memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat akibat menurunnya daya beli masyarakat secara umum akibat harga-harga yang naik. Selain itu distribusi pendapatan pun semakin buruk akibat tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan inflasi yang terjadi.

sumber :http://sarmijawanti.blogspot.com/2010/03/pengertian-inflasi.htm