Sabtu, 19 Februari 2011

John Locke dan Montesquieu pun menangis melihat Indonesia

John Locke dan Montesquieu pun menangis melihat Indonesia

Trias Politica merupakan ide pokok Demokrasi Barat, berkembang di Eropa pada abad XVII dan XVII M. Trias Politica adalah menganggap kekuasaan negara terdiri dari tiga macam : legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Trias Politica menegaskan kekuasaan-kekuasaan ini tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh SATU TANGAN yang berkuasa. Kondisi ini diharapkan dapat menjamin hak-hak azasi warga negara. Ide ini pertama kali dikemukakan oleh John Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755). Filsuf Inggris John Locke mengemukakan konsep tersebut dalam buku Two Treatises on Civil Government (1690), yang ditulis sebagai kritik terhadap kekuasaan absolut raja-raja Stuart di Inggris serta untuk membenarkan Revolusi Gemilang tahun 1688 (The Glorious Revolution of 1688) yang dimenangkan oleh Parlemen Inggris. Menurut Locke, kekuasaan negara harus dibagi dalam tiga kekuasaan terpisah. Selanjutnya, tahun 1748, filsuf Perancis Montesquieu mengembangkan konsep Locke tersebut dalam bukunya L’Esprit des Lois (The Spirit of Laws), yang ditulisnya setelah dia melihat sifat despotis (sewenang-wenang) dari raja-raja Bourbon di Perancis. Dia ingin menyusun suatu sistem pemerintahan di mana warga negaranya akan merasa lebih terjamin hak-haknya.
Ide dua pakar tersebut hebat sekali, jangan sampai kekuasaan ada di satu tangan dan semuanya untuk keterjaminan hak-hak warganegara. Namun andaikata mereka masih hidup dan mau melihat kondisi dan penerapan konsep Trias Politica di Indonesia sekarang, bagaimana? Saya pikir mereka berdua akan menangis tersedu-sedu dan mungkin sampai kering air matanya ….. Karena ternyata konsep yang bagus diasalahartikan oleh para penguasa yang menjalaninya …. Mereka harusnya hidup dan bertugas sesuai pembagian kerja masing-masing dengan cara yang benar, tetapi mereka rupanya kompak sekali, pembagian tugas oke, pembagian materi juga oke. Sayangnya dengan jalan yang salah, penyalahguanan kekuasaan, The Power tend to corrupt …. Wujudnya, tiang-tiang Trias Politica itu sama-sama harus berurusan dengan KPK!
Percaya? Anda harus yakin (haqqul yakin) wong bukti sudah lebih dari cukup. Legislatif, coba cek, betapa banyak anggota DPR dan DPRD harus keluar masuk gedung KPK, keluar masuk pengadilan, berapa pula yang sudah mendekam di penjara gara-gara korupsi dengan beragam cara. Eksekutif, coba teliti data-data pemberitaan betapa banyak Gubernur, Bupati dan Sekda yang terjerat kasus hukum terutama korupsi. Yudikatif, wouw jangan tanya lagi, berapa jumlah jaksa dan hakim yang keblinger duit milyaran dan akhirnya masuk ruang persidangan bukan bertugas sebagai jaksa/hakim tapi sebagai terdakwa!. Betul-betul, konsep Trias Politica yang salah arah. Ini namanya Bias Politika. kebangeten betul.
Jadi, anda percaya khan, kalau John Locke dan Montesqueiu masih hidup terus berkunjung ke Indonesia jadi heran? Geleng-geleng kepala? Bahkan saking kagetnya mungkin langsung pingsan. Bahkan malah mati, karena konsepnya yang bagus itu didemo pula oleh para koruptor dan antek-anteknya.

sumber : http://mardoto.wordpress.com/2008/08/27/john-locke-dan-montesquieu-pun-menangis-melihat-indonesia/

Mengenai TKI


Perlindungan TKI Harus Dilakukan Sejak Proses Perekrutan


       Untuk mengatasi persoalan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah di luar negeri, dalam hal ini negara harus terlebih dulu memenuhi hak setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pekerjaan di dalam negeri. Ada hal-hal yang perlu disepakati terlebih dulu dimana hal yang paling penting adalah masalah Hak Asasi Manusia (HAM). HAM bagi warga negara Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri yang pertama-tama harus dipenuhi adalah hak untuk memperoleh pekerjaaan di dalam negeri. Apalagi karena kebijakan penghentian pengiriman TKI ke luar negeri atau moratorium itu seringkali ditentang karena alasan melanggar HAM warga negara untuk bekerja di luar negeri. Jadi meskipun ada konvensi mengenai free movement, tetap saja kita harus memperhatikan mengenai pemenuhan hak warga negara di dalam negeri untuk mendapatkan pekerjaan.
          Akar permasalahan TKI sebenarnya disebabkan oleh pengelola negara yang berwatak swasta. Oleh karenanya regulasi mengenai TKI itu rumusannya adalah peraturan penempatan dan perlindungan, dimana seolah-olah perlindungan TKI itu menjadi sub ordinat dari penempatan TKI. Seharusnya yang menjadi prioritas itu adalah perlindungan terhadap TKI sejak dari calon TKI direkrut, diberangkatkan, ditempatkan, hingga pemulangan kembali ke keluarganya di tanah air. Harus ada pemilahan yang jelas antara peran dan tanggung jawab negara pengirim, negara penempatan dan individu TKI itu sendiri.
          Dengan demikian maka RUU tentang Pekerja Rumah Tangga (PRT) itu menjadi penting, argumennya adalah bahwa mayoritas TKI di luar negeri adalah pekerja sektor informal atau Pekerja Rumah Tangga. Lalu bagaimana kemudian kita menuntut bahwa TKI di luar negeri harus dilindungi apabila PRT didalam negeri sendiri belum terlindungi. Paling tidak kita harus mengupayakan agar PRT itu diperlakukan sebagai suatu profesi yang memiliki hak dan kewajiban. Dan dalam konteks TKI, pengakuan PRT sebagai profesi diharapkan dapat melindungi hak mereka sebagai pekerja.
          Saya kira UU mengenai PRT itu merupakan suatu keharusan, karena UU mengenai Tenaga Kerja yang ada sekarang ini hanya mengatur tentang hubungan industrial dan tidak mengatur mengenai pekerja di sektor domestik. Dalam hal ini, revisi terhadap UU tentang Tenaga Kerja untuk memasukkan regulasi mengenai pekerja di sektor informal, itu mungkin bisa saja dilakukan. Namun demikian kita tetap harus hati-hati karena ini akan membuka peluang bagi kepentingan pemodal, antara lain misalnya masalah outsourching. Jadi yang lebih efektif menurut saya adalah usulan untuk membuat perundangan tersendiri (lex specialis).
         Yang dilakukan oleh DPR RI sekarang ini, antara lain adalah memperjuangkan anggaran untuk upaya perlindungan TKI di luar negeri, misalnya anggaran untuk melakukan pemulangan TKI yang bermasalah. Disamping itu, DPR RI juga mendesak pemerintah untuk melakukan moratorium atau pelarangan pengiriman. Sementara untuk jangka pendek, yang harus dilakukan untuk menangani persoalan TKI bermasalah adalah penambahan shelter di negara-negara yang banyak memiliki TKI bermasalah.
Sumber : http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/119-4-article/1043-perlindungan-tki-harus-dilakukan-sejak-proses-perekrutan.html

Penodaan Agama


MK Diminta Pertahankan UU Penodaan Agama

Mahkamah Konstitusi diminta mempertahankan Undang-undang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Sebab, beleid itu dipandang justru menjamin kebebasan beragama.  "(Undang-undang) itu justru titik temu yang sangat indah," kata Sudarsono, ahli yang dihadirkan pemerintah  dalam sidang uji materi beleid tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi, hari ini.

Uji materi beleid diajukan awal tahun ini oleh tujuh Lembaga Swadaya Masyarakat serta empat tokoh masyarakat, yakni almarhum Gus Dur, Musdah Mulia, Dawam Raharjo, dan Maman Imanul Haq. Aturan tersebut dianggap diskriminatif sekaligus melanggar melanggar kebebasan memeluk agama dan keyakinan sebagaimana dijamin konstitusi.

Menurut Sudarsono, adanya pengaturan dan larangan dalam beleid adalah sejalan dengan penghormatan terhadap kebebasan beragama. Tiap warga negara dibebaskan beragama dalam forum internal penganut agama yang sama, namun dibatasi dalam forum eksternal.

Tidak ada keraguan sedikit pun bahwa Undang-undang tersebut taat azas dan sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. "Persoalannya lain, jika kita mencita-citakan kebebasan tanpa aturan," kata  mantan Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri itu.

Kuasa hukum pemohon, Choirul Annam, membantah pendapat Sudarsono. "Tujuan konstitusi adalah menciptakan masyarakat adil dan demokratis. Tapi bagaimana mungkin menciptakannya kalau ada peraturan yang mendiskriminasi kelompok lain?" kata dia.

Beleid Penodaan Agama ini, lanjut Choirul, mendiskriminasi warga negara yang menganut agama atau kepercayaan selain enam agama resmi yang diakui pemerintah. misalnya,  penghayat aliran kepercayaan umumnya sulit mendapatkan Kartu Tanda Penduduk dan mencatatkan perkawinan.

Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/03/17/brk,20100317-233123,id.html

karakter bangsa indonesia


Karakter Bangsa Indonesia 

Karakter bangsa; kata yang selalu muncul dan seringkali menjadi penutup diskusi perihal penyebab keterpurukan Bangsa Indonesia di berbagai bidang. Bukan hal baru untuk menyatakan bahwa karakter bangsa kita, ekstrimnya, sedang berada di titik nadir. Saya sangat meyakini bahwa perbaikan karakter bangsa merupakan satu kunci terpenting agar bangsa yang besar jumlah penduduknya ini bisa keluar dari krisis dan menyongsong nasibnya yang baru.
Menjadi lebih menyedihkan lagi manakala kita melihat ke dalam dan menemui bahwa mayoritas komponen bangsa kita mengklaim dirinya sebagai bangsa yang religius. Banyak sudah orang mengatakan bahwa nilai-nilai religiusitas yang diyakini menjadi bagian integral Bangsa Indonesia justru diaplikasikan dalam keseharian oleh bangsa maju yang notabene sekuler. Bangsa kita gagal dalam melakukan internalisasi nilai-nilai luhur yang berasal dari Tuhan menjadi perilaku keseharian. Sedangkan bangsa lain memeras otak mereka dan menghasilkan prinsip hidup yang terealisir. Nilai-nilai luhur bangsa kita jelas lebih unggul, karena berasal dari Tuhan; perlu usaha keras dan luarbiasa untuk melakukan internalisasi. Tidak perlu malu untuk mengakui bahwa sebagian besar lembaga pendidikan kita, baik pendidikan formal ataupun non-formal, umum ataupun keagamaan, belum berhasil melakukan tugas utamanya: internalisasi nilai luhur menjadi perilaku.
Belum terlambat dan insya Allah tidak mustahil mengubah nasib Bangsa Indonesia. Jangan menunggu keajaiban datang dari langit. Seluruh komponen bangsa: Pemerintah, Legislatif, Yudikatif, Militer, Penegak Hukum, Swasta, dan Masyarakat harus bertekad kuat memperbaiki karakter bangsa melalui peran masing-masing. Tidak perlu membuat TAP MPR atau UU Karakter Bangsa – pengalaman menunjukkan bahwa banyak peraturan di bumi pertiwi yang hanya berhenti di lembaran negara.Zero defect harus menjadi prinsip utama seluruh komponen bangsa; baik untuk urusan kecil, seperti membuang sampah, hingga pengamanan harta negara.
Implementasi zero defect memerlukan kepemimpinan yang bersih, kuat, tegas, dan berstamina tinggi. Zero defect tidak mustahil untuk dilaksanakan, karena ini masalah pembiasaan. Zero defect bukan berarti mengingkari kodrat manusia yang memang tidak pernah bisa mencapai kesempurnaan; namun hal tersebut menjadi the ultimate goal yang patut digantungkan di dinding kantor-kantor pemerintahan. Sedikit penyimpangan terhadap zero defect yang masih berada dalam toleransi yang terukur bisa ditolerir dengan catatan adanya tekad bulat untuk kembali menuju ke zero defect.
Karena ini masalah pembiasaan, maka kunci terpentingnya ada di bidang pendidikan. Wajah pendidikan kontemporer kita, sebagai sebuah sistem yang tak bisa lepas dari rembesan nilai-nilai setempat, masih terlihat belum cemerlang. Secara umum, pendidikan di Indonesia belum menghasilkan lulusan berkarakter kuat. Tentu saja, ada di sana-sini pelaku pendidikan, baik individu ataupun lembaga yang berkarakter. Hanya saja jumlahnya masih minoritas.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Forum Rektor (Forek), dan berbagai pimpinan lembaga pendidikan formal dan non-formal perlu kembali mengingatkan kepada anggotanya tentang peran mulia dan strategis mereka dalam perubahan nasib bangsa. Tidak perlu menunggu implementasi UU Guru dan Dosen untuk memulai semua itu, karena entitas ini, Guru, Dosen, dan para pendidik pada umumnya, adalah para pahlawan bangsa. Sejarah kontemporer Indonesia akan mencatat dengan tinta emas peran para pendidik dalam keluarnya Indonesia dari krisis. Lingkaran setan yang membelit Bangsa Indonesia perlu segera diputus; dimulai dari para ksatria: Guru, Dosen, dan para pendidik. Kami menunggu kiprah anda semua.
Dirgahayu Bangsa Indonesia; selamat memasuki jalan panjang dan berliku menuju bangsa yang berkarakter.



Sumber : http://www.kamusilmiah.com/sosiologi/karakter-bangsa-indonesia/

 

Jumat, 18 Februari 2011

Hak dan Kewajiban Sebagai Warga Negara Indonesia


Hak dan Kewajiban Sebagai Warga Negara Indonesia
Berikut ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.
Namun biasanya bagi yang memiliki banyak uang atau tajir bisa memiliki tambahan hak dan pengurangan kewajiban sebagai warga negara kesatuan republik Indonesia.
A. Contoh Hak Warga Negara Indonesia
  1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum
  2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
  3. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan
  4. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai
  5. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
  6. Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau NKRI dari serangan musuh
  7. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku
B. Contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia
  1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
  2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
  3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
  4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara indonesia
  5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.

Train - Hey, Soul Sister