Senin, 08 November 2010

prospek inflasi dan kebijakan moneter

Prospek Inflasi dan Kebijakan Moneter 2010

Laju inflasi akhir tahun 2009 yang hanya 2,78 persen (tahunan) merupakan salah satu figur inflasi terendah dalam sejarah Indonesia. Sejak tahun 1970, hanya ada dua periode dengan laju inflasi tercatat lebih rendah, yaitu tahun 1971 yang mencapai 2,56 persen dan tahun 1999 sebesar 2,01 persen.

Namun, publikasi data inflasi bulan Januari oleh Badan Pusat Statistik beberapa waktu lalu menyiratkan bahwa tekanan inflasi mulai kembali meningkat. Bagaimana prospek inflasi untuk beberapa waktu mendatang? Bagaimana pula dampaknya terhadap arah kebijakan moneter bank sentral?

Sepanjang Januari terjadi inflasi sebesar 0,84 persen. Besaran inflasi itu lebih tinggi dari estimasi banyak pihak, yang memperkirakan inflasi akan berada di kisaran 0,50 persen.

Sebenarnya, pada kondisi normal (bukan krisis atau pascakrisis), tekanan inflasi di akhir atau awal tahun memang cenderung meningkat. Pada 2005-2008, inflasi yang terjadi pada Januari selalu berada di atas 1 persen. Pada 2005 sebesar 1,43 persen, pada 2006 sebesar 1,36 persen, tahun 2007 sebesar 1,04 persen, dan tahun 2008 sebesar 1,7 persen.

Beras biasanya jadi komoditas utama yang memengaruhi tekanan inflasi pada bulan Januari. Pada Januari 2010, beras memberi andil inflasi 0,35 persen. Pada Januari 2009, beras masih memberi andil inflasi sebesar 0,06 persen meski secara umum terjadi deflasi pada waktu itu. Seterusnya, untuk 2005-2008, beras umumnya selalu menjadi komoditas yang memberi andil terbesar terhadap total inflasi pada Januari.

Selain di Indonesia, peningkatan tekanan inflasi juga mulai dialami oleh negara-negara lain. Di beberapa negara, naiknya laju inflasi bahkan mulai terasa sejak pertengahan 2009 (Gambar 1).

Laju Inflasi Meningkat

Apabila pada periode krisis yang lalu beberapa negara mengalami fase deflasi, saat ini secara umum negara-negara itu sudah kembali mengalami inflasi, termasuk Amerika Serikat, China, zona Uni Eropa, dan beberapa negara-negara tetangga. Inflasi tahunan di AS pada Desember 2009 bahkan mencapai 2,82 persen (tren inflasi jangka panjang di AS kira-kira berada di 2-3 persen).

Memang masih ada beberapa negara yang saat ini berada dalam periode deflasi. Jepang, misalnya, hingga Desember 2009 masih mengalami deflasi yang cukup dalam sebesar 1,68 persen (tahunan). Singapura juga masih mengalami deflasi sampai Desember 2009.

Sejumlah indikator menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi Indonesia berpotensi untuk terus meningkat dalam beberapa waktu mendatang.

Peningkatan aktivitas ekonomi itu sangat mungkin mendorong naiknya daya beli masyarakat. Naiknya daya beli masyarakat memberi insentif bagi pengusaha untuk menaikkan harga jual produk, yang pada akhirnya berdampak pada naiknya tekanan inflasi.

Oleh karena itu, dampak lemahnya sisi permintaan yang mengurangi tekanan inflasi sepanjang 2009 sepertinya sulit untuk berlanjut pada tahun ini.

Inflasi kemudian berpotensi kembali ke level yang selaras dengan tren jangka panjangnya. Data historis menunjukkan bahwa tren inflasi dalam kondisi normal di Indonesia berada di kisaran 6-6,5 persen.

Data historis juga menunjukkan bahwa shock kebijakan (terutama kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi) yang diambil pemerintah pasti merusak tren itu. Pada 2005 dan 2008 pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi yang kemudian membuat laju inflasi melambung tinggi.

Untuk 2010, potensi terjadinya kenaikan harga BBM bersubsidi sepertinya masih cukup kecil. Harga minyak dunia memang diperkirakan naik sejalan dengan naiknya permintaan.

Namun, banyak pihak meyakini bahwa suplai minyak dunia masih dapat memenuhi kenaikan permintaan yang umumnya berasal dari negara-negara yang masih mengalami pemulihan aktivitas ekonomi.

Sampai awal Februari, Energy Information Administration (EIA) di AS memprediksi harga minyak pada akhir 2010 akan mencapai 82 dollar AS per barrel dengan rata-rata harga sepanjang tahun mencapai 79,8 dollar AS per barrel.

Beberapa lembaga lain yang lebih pesimistis memperkirakan harga minyak akan mencapai 90 dollar AS per barrel. Dengan skenario kenaikan harga minyak seperti di atas, opsi kenaikan BBM sepertinya masih dapat dihindari pemerintah pada 2010.

Dengan skenario itu pula, Danareksa Research Institute memperkirakan pola laju inflasi pada 2010 akan bergerak seperti ditunjukkan pada Gambar 2 (warna merah menunjukkan perkiraan).

Proyeksi Inflasi 2010

Tekanan inflasi diperkirakan masih relatif tinggi pada Februari dan akan turun pada Maret dan April sejalan dengan dimulainya masa panen raya.

Tekanan inflasi kemudian akan kembali meningkat dan mencapai puncaknya antara Agustus dan September 2010 (bersamaan dengan bulan Ramadhan). Secara keseluruhan, Danareksa Research Institute memperkirakan laju inflasi tahunan pada 2010 akan mencapai 6,01 persen.

Fase pemulihan

Pada periode krisis lalu, otoritas moneter di banyak negara umumnya menerapkan kebijakan moneter longgar. The Fed di AS, misalnya, menjalankan kebijakan tersebut dengan menurunkan suku bunga acuan hingga mendekati 0 persen.

Selain itu, The Fed juga membeli obligasi Pemerintah AS dalam jumlah besar (yang berarti menyuntikkan uang ke sistem keuangan). Dampaknya, monetary base (uang primer atau M0) dan suplai uang (M1) melambung tinggi sejak pertengahan 2008.

Fase pemulihan yang masih berlangsung dan perlu dijaga membuat bank-bank sentral di dunia secara umum belum mengubah arah kebijakan moneter secara signifikan meski pada beberapa kasus suku bunga efektif sudah negatif karena laju inflasinya sudah lebih tinggi dari suku bunga acuan.

Penurunan angka pertumbuhan suplai uang yang terjadi di beberapa negara, seperti yang terjadi di AS, sepertinya lebih disebabkan oleh faktor base effect dan bukan perubahan arah kebijakan moneter bank sentral.

Bagaimana dengan prospek kebijakan moneter di Indonesia? Agak sulit dijawab karena rangkaian kebijakan Bank Indonesia (BI) seperti bertolak belakang beberapa waktu lalu.

BI memang menurunkan suku bunga acuan sampai 6,5 persen (tampak melonggarkan kebijakan moneter). Namun, pada saat yang sama BI juga membatasi pasokan uangnya ke sistem dengan menyerap banyak dana perbankan dengan penerbitan instrumen Sertifikat Bank Indonesia (memperketat kebijakan moneter).

Beberapa indikator kemudian menunjukkan bahwa pelonggaran kebijakan moneter yang dicanangkan BI sebenarnya belum berhasil tercapai.

Indikator tersebut misalnya pertumbuhan negatif uang primer (M0), suku bunga pinjaman yang sulit turun, dan pertumbuhan kredit yang terus menurun.

Tekanan inflasi yang kembali meningkat pada tahun 2010 tentu membatasi ruang BI untuk mempertahankan suku bunga acuan di level yang rendah.

Sampai dengan semester I-2010, laju inflasi diperkirakan masih akan berada di kisaran 5 persen. Oleh karena itu, sampai dengan pertengahan tahun 2010, BI kemungkinan besar masih dapat mempertahankan suku bunga acuan pada level yang sekarang.

Tentu perlakuan terhadap suku bunga acuan perlu dibarengi dengan pengelolaan yang sesuai atas instrumen moneter pendukung, misalnya penerbitan Sertifikat Bank Indonesia.

Hal ini penting agar kebijakan moneter yang digariskan BI dapat benar-benar berdampak seperti yang diharapkan.

Dengan pengelolaan yang tepat, tingkat likuiditas di sistem keuangan akan tetap terjaga. Kondisi ini akan mempermudah perbankan menjalankan fungsi intermediasinya.

Dengan dukungan yang cukup dari perbankan, pemulihan dan peningkatan aktivitas ekonomi yang sedang berlangsung tentu akan lebih optimal.
sumbet :http://www.danareksa-research.com/economy/media-newspaper/388-prospek-inflasi-dan-kebijakan-moneter-2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar